OPINI

Rapuhnya Bangunan Keluarga Akibat Sekulerisme

Oleh: Lina Revolt
(Pemerhati Keluarga)

Bagi pasangan yang menikah, saat ikrar suci diucapkan, seharusnya ikrar itu menjadi komitmen seumur hidup. Suami menjadi tempat kembali istrinya dan begitupun sebaliknya, istri adalah rumah bagi suami. Namun mirisnya, banyak pernikahan yang berakhir retak akibat perselingkuhan.

Perselingkuhan makin marak. Hampir setiap hari kita disuguhkan isu perselingkungan, mulai dari kalangan pejabat, selebriti, hingga masyarakat biasa. Berdasarkan survei aplikasi Just Dating, Indonesia menduduki posisi kedua di Asia sebagai negara terbanyak terjadi kasus perselingkuhannya. Hasil survei menyatakan sebanyak 40% responden mengaku pernah menyelingkuhi pasangannya. Dan dari hasil survei ini pula, diketahui ternyata perempuan di Indonesia lebih banyak yang selingkuh ketimbang laki- laki (tribunnews.com, 23/2/23).

Sementara berdasarkan survey yang dilakukan di Amerika serikat, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara paling banyak melakukan perselingkungan. Hampir tiga perempat pria dan lebih dari dua pertiga wanita mengakui jika mereka telah berselingkuh. Sebagian besar dimulai dari teman dekat atau rekan kerja. Dengan rentang waktu rata-rata dua tahun lamanya ( Pikiran rakyat, 17/2/23).

Rapuhnya Bangunan Keluarga Akibat Sekulerisme

loading...

Perselingkuhan faktanya telah menjadi fenomena di seluruh dunia. Maraknya perselingkuhan, tentu bukan tanpa sebab. Ada banyak faktor yang menyebabkan  perelingkuhan terjadi. Dilansir dari hellosehat.com hasil penelitian oleh Julia Omarzu, psikolog dari Loras College, bersama tim penelitinya mengatakan setidaknya ada lima hal yang menyebabkan perselingkuhan terjadi :
Ketidakpuasan dalam urusan seksual terhadap pasangan, bisa memicu pasangan akhirnya memilih berselingkuh, hal ini akan semakin diperkuat, jika pasangan gagal mencapai keintiman diluar seks.
Ketidakpuasan emosional.

Banyak pasangan menikah tidak mendapatkan kepuasan secara emosional, pasangan yang tidak hangat, kurang perhatian, ketidakterbukaan dan kurangnya komunikasi intens yang bersifat emosional  menjadikan pasangan merasa kesepian meski berada didekat pasanganya. Apalagi hal tersebut justru didapat dari orang lain, seperti rekan kerja atau teman dekat, membuka peluang perselingkuhan semakin besar.

BACA JUGA :  Indonesia Dalam Bahaya

Hasrat mendapatkan pernghargaan dari orang lain


Saling menghargai adalah faktor kunci terbangunnya hubungan emosional pada pasangan. Suami istri yang tidak saling menghargai akan menyebabkan merasa semakin menjauh dan gagal mengakui kebutuhan yang mereka miliki dalam hubungan tersebut.

Dalam penelitian Susan Berkowitz pada pria yang berhenti berhubungan seks dengan pasangannnya, 44% mengatakan mereka merasa marah, dikritik, dan tidak penting dalam pernikahan mereka. M.Gary Neuman menemukan bahwa 48% pria melaporkan ketidakpuasan emosional sebagai alasan utama untuk berselingkuh. Mereka merasa tidak dihargai dan berharap bahwa pasangan mereka bisa mengakui ketika mereka bekerja keras untuk mempertahankan pernikahan tersebut.

Tidak cinta lagi pada pasangan dan menemukan cinta yang baru

Gagalnya mempertahankan rasa setelah pernikahan, memicu hilangnya rasa cinta sehingga melemahkan komitmen pernikahan.

Balas dendam

Hubungan pernikahan yang toxic dan sekarat, memunculkan keinginan membalas dendam pada pasangan yang dicurigai berselingkuh. Seolah pembalasan terbaik adalah dengan melakukan hal yang sama
Melihat kompleknya pemicu perselingkuhan menunjukan bahwa permasalahan ini bukan sekedar permasalahan individu, namun permasalahan sistemik. Mengapa demikian, karena perselingkuhan hari ini sudah menjadi fenomena yang mendunia bahkan siapa saja rentan terjangkit kasus perselingkuhan.

Jika kita mengali lebih jauh, sebenarnya perselingkuhan marak terjadi akibat dijadikannya sistem sekulerisme sebagai asas kehidupan. Dalam sistem sekuler kebebasan adalah sesuatu yang diagungkan. Dalam interaksi sosial laki- laki dan perempuan bergaul tanpa batasan yang jelas. Seolah menjalin pertemanan adalah lumrah meski sudah menikah , tak sekadar rekan kerja, namun juga teman curhat, teman nongkrong dsbnya. Sehingga membuka peluang masuknya orang ketiga dalam rumah tangga.

Ditambah lagi rapuhnya bangunan rumah tangga, banyak pasangan menikah tidak didasari ibadah kepada Allah, sehingga tidak ada komitmen dan tanggung jawab atas penikahan yang dijalani. Suami tidak menjalankan perannya sebagi pemimpin begitupun istri tidak menjalankan kataatan kepada suami sebagai bentuk ketaatan pada Allah. Standar hidup dilandasi asas manfaat. Saling menuntut timbal balik, Sehingga tidak muncul keikhlasan dalam menjalan peran masing-masing, lambat laun tanggung jawab malah terasa menjadi beban, muncul kebosanan, rasa saling tidak dihargai yang akhirnya menjadi dalih untuk memilih berselingkuh.

BACA JUGA :  Ketimpangan Sosial di Muratara Menjadi Warning bagi Syarif-Devi

Islam Melibas Perselingkuhan

Dalam pandangan Islam, pernikahan adalah mitsaqan ghalizan (perjanjian yang kuat) yang merupakan jalan satu- satunya yang Allah berikan untuk manusia melestarikan keturunan mereka. Maka, bagi seorang muslim pernikahan adalah sebuah ibadah, mengikuti sunnah Rasullah yang didalamnya ada komitmen dan tanggung jawab.

Atas dasar inilah, pasangan suami istri yang menikah harus tahu hak dan kewajiban masing- masing. Seorang suami bertanggug jawab sebagai pemimpin rumah tangga, bertanggung jawab menjdikan pernikahannya senantiasa meraih ridho Allah swt.  Mencukupkan nafkah baik lahir maupun bathin. Memuliakan istri dan anak- anaknya sehingga tumbuh rasa saling menyayangi dan saling menghargai.

Demikian pula istri, ia akan menjadikan perannya sebagai istri sebagai bentuk ketaatannya pada Allah swt. Ikhlas dalam memberikan pelayanan terbaik untuk suami dan anak- anaknya. Menjadikan sakinah didalam rumah tangganya. Menjadi tempat ternyaman bagi suami dan anak- anaknya.

Rumah tangga yang dibangun atas dasar iman dan saling menghargai akan menutup peluang perselingkuhan. Suami senantiasa merindukan rumah saat penat dengan pekerjaannya, ia akan menjaga komitmen dan kehormatannya semata- mata karena takut pada Rabbnya. Begitupun sebaliknya, seorang istri akan senantiasa menjaga kehormatan dan harta suaminya semata-mata karena mengharap ridho Allah swt.

Selain itu, dalam Islam negara juga harus berperan dalam mewujudkan lingkungan yang sehat dengan menerapkan sistem pergaulan Islam yang memberikan batasan interaksi laki- laki dan perempuan. Baik di dunia nyata maupun media sosial. Negara juga wajib menerapkan sanksi tegas bagi pelaku zina. Yaitu rajam bagi yag sudah menikah. Sehingga akan memberikan efek jera bagi siapa saja yang berniat melakukan perselingkuhan.

Oleh  karena itu, satu- satunya jalan agar terwujud rumah tangga yang kokoh dan jauh dari perselingkuhan, adalah dengan mencabut sistem sekuler dari akarnya dan menerapkan sistem Islam yang akan mampu menjaga kemuliaan pernikahan.

BACA JUGA :  Pro Kontra UU Omnibus Law Cipta Kerja

Wallahu a’lam bishowab.

Like
Like Love Haha Wow Sad Angry
2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button
Close